Berawal dari seneng denger cerita orang-orang yang bisa jauh merantau ke negeri orang untuk belajar. Baca beragam novel yang berlatar belakang negeri Eropa, denger diskusi-diskusi terbuka tentang pengalaman mereka dalam menuntut ilmu di negeri seberang. Dari segala kerandoman itu mulai ada ketertarikan dengan segala informasi beasiswa-beasiswa yang ramai jadi perbincangan. Awalnya cuma berpikir “wah, luar biasa ya mereka bisa punya banyak kesempatan baik untuk pergi jauh beribu mil jaraknya dari kota kelahiran”. Mana ada kepikiran untuk bisa jadi salah satu dari mereka.
Bukan, bukan, semua pemikiran ini dan kesenangan dengan segala cerita sekolah ke negeri seberang baru beberapa tahun aja terbesit, setelah segala kepusingan tentang skripsi mulai bermunculan, bukan ada dari awal masa kuliah. Awal-awal kuliah cuma ada pikiran jadi panitia ospek, jadi anak BEM, jadi anak sok-sibuk-dengan-urusan-kampus, capaian akademik menjulang? Mana ada kepikir, bisa dapet nilai B aja rasanya udah alhamdulillah, dapet A? Bahagianya bisa lebih-lebih. Apalagi di jurusan yang penuh laporan, dari mulai laporan konseling sampai laporan konstruksi tes. Kepikiran sekolah master keluar negeri? Boro-boro. Sampai akhirnya setelah masuk semester 5. Banyak bermunculan berita baik dari teman yang berkesempatan untuk pertukaran pelajar dan melanjutkan studi di kancah manca negara.