Diujung Gang –3.Tawuran Besar (2)

Diujung Gang -2.Tawuran Besar

Dugaan Mang Dullah benar. Mang Dullah sebenarnya bukan cenayang, hanya saja entah mengapa dugaannya selalu saja benar. Mungkin karena kebiasannya memperhatikan sekitar hingga dapat memahami situasi dan kondisi dengan baik. Hanya berbilang hari setelah Bapak benar-benar bisa membawa mobil, Notaris kenalan Bapak perlu supir katanya supir lama di kantornya hendak pergi ke ibu kota, mengadu nasib. Usiaku masih 8 saat itu, Bapak dan Bunda masih sangat muda, berbilang 30 tahun dan 29 tahun. Keluarga kami tidak kekurangan, cukup saja, mungkin karena Bapak dan Bunda selalu bersyukur.

Malam itu aku akan menagih janji Bapak, aku menunggu di halaman rumah berusaha melawan kantuk.

DOR! DOR! DOR! Tiba-tiba suara senapan angin terdengar dari berbagai arah, orang-orang lari bagai kesetanan. Ibu teriak dari dalam rumah menyuruhku masuk. Terlambat sudah. Benar-benar terlambat, aku sudah ikut lari tunggang langgang terbawa arus para pemuda tanggung. Entah bagaimana asal muasal tawuran besar itu terjadi, kali ini kejadian sungguh heboh mengalahkan tawuran tahun lalu. Kali ini sungguh gila, remaja kampung sebelah menyerang tanpa aba-aba, membabat habis siapa saja yang ada dihadapannya tak peduli tua atau muda. Menyalahi aturan main dalam tawuran. Bunda berteriak meminta pertolongan melihat aku terseret dalam pertarungan yang tidak berimbang. Tangan-tangan perkasa membawa celurit, parang, linggis, pisau dapur, bahkan ada yang membawa samurai. Gila. Sungguh gila. Aku sudah tidak bisa melihat bunda, teriakkan bunda pun sudah tidak terdengar lagi.

 Ya tuhan, tolong jika kau memang sayang pada bunda, tolong, tolong selamatkan ia, jangan biarkan ia lari keluar rumah untuk menyusulku. Meski aku tidak pernah tahu, apakah Bunda keluar rumah malam itu, atau memilih memeluk Rama yang masih berusia 2 tahun, sambil menunggu kedatangan Bapak meski aku pun tak pernah tahu apakah Bapak dan Bunda bertemu mengingat seluruh kondisi seluruh kampung kacau balau. Tidak peduli tua muda saling baku hantam mempertahankan diri, tidak berbilang banyaknya korban yang luka parah hingga meninggalkan cacart ditubuhnya hingga orang-orang yang kehilangan nyawa.

Tawuran itu tidak lama hanya empat puluh lima menit, tapi berdampak pada seluruh sisa hidupku juga semua warga kampung, tidak lama petugas kepolisian datang, meringkus siapa saja yang memegang senjata tajam. Perlu waktu lebih dari lima tahun untuk berdamai, berbagai cara dilakukan oleh para tetua kampung agar tidak terjadi kekacauan lain. Jangan sampai pernah terjadi lagi.

Malam itu, aku lari sekencang-kencangnya bersembunyi di kebun bambu milik Uwak Dumay hingga akhirnya ada seorang pria 30 tahun-an menyergapku, memukul tengkuk hingga aku tak sadarkan diri.

bersambung

2 thoughts on “Diujung Gang –3.Tawuran Besar (2)

  1. Pingback: Diujung Gang –2. Tawuran Besar | Jurnal Harian

  2. Pingback: Diujung Gang –4. Tahun-tahun yang hilang | Jurnal Harian

Leave a comment